Seribu alasan untuk membuat permusuhan. Sejuta impian satu pihak terkubur egoisme, menenggelamkan asa, meninggikan benci.
Benci?
Ah ya, kebencian memang tidak bisa diukur secara pasti. Sama abstrak nya dengan kebahagiaan. Namun sama nyatanya seperti tamparan gurat-gurat kasar kehidupan.
Seberapa pentingkah?
Aku yakin bukan hal yang penting untuk menyebut kepentingan atas kemunculan emosi bagi siapapun dia. Tapi bukannya bisa diabaikan. Aku sering merasa kesal, mungkin benci. Tapi aku juga pernah dibenci.
Perasaan bukanlah hal yang mudah diatur. Tetapi menyembunyikannya kadang merupakan obat terbaik.
Kuakui, emosi akan terpancing akibat bentuk pelatuk jiwa apapun. Kadang mudah dijelaskan, kadang seabstrak bauran udara.
Apa yg kubicarakan adalah tentang hiasan jiwa bagi dunia. Tak ada yg terlampau istimewa untuk tidak memilikinya, tak ada yg dilupakan oleh Tuhan untuk merasakan kedataran hidup.
Aku meminta maaf atas tebaran kebencian yang kuciptakan atas kalian, maupun tumpahan kecerobohan yang mengucilkan aku di mata kalian. Aku tetap menghargai dan menyayangi kalian, berharap di tahun yang baru ini kebencian adalah hal pertama yang kalian masukkan tong sampah.
Tak peduli seberapa dinginnya kita, seberapa sinisnya kita, peluh hati untuk memaafkan terus tertumpah menantikan keajaiban datang.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Mengapa Penerapan New Normal Policy Bukan Ide Yang (Terlalu) Buruk
Judul di atas mungkin terdengar terlalu bombastis dan juga kontroversial. Banyak yang akan mengerenyitkan dahi dan berpikir bahwa ini adal...
-
Belum lama ini saya mendapati sebuah hal yang cukup membuat rasa penasaran ini tersentil. Beberapa hari lalu, saat saya sedang dalam perjal...
-
Memilih adalah sebuah bentuk preferensi. Jangan jauh-jauh bicara "rasionalitas dan objektivitas" karena preferensi itu sudah past...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar