Mengapa harus takut?

Tanggal 9 Juli 2014 nanti, sebagian besar masyarakat Indonesia akan menentukan pemimpinnya untuk periode lima tahun ke depan. Tentu saya tidak perlu melakukan penyebutan berulang-ulang mengenai siapa saja pasangan yang akan bersaing untuk memperebutkan kursi RI 1 dan RI 2 tersebut. Saya juga tidak perlu menjabarkan tentang kelebihan, kekurangan, dosa, dan jasa dari tiap-tiap pasangan tersebut di tulisan ini karena saya ingin menghindari segala bentuk prasangka dan dugaan pembaca bahwa saya sedang melakukan kampanye terselubung.

Mendekati 9 Juli nanti, kita, masyarakat Indonesia, seakan-akan sudah terkotak-kotakkan menjadi tiga bagian yang saling keras kepala satu sama lain. Pendukung nomor pasangan nomor urut 1, pendukung pasangan nomor urut 2, dan golongan orang-orang apatis (atau memaksakan diri untuk apatis). Bukan sesuatu yang salah apabila kita memutuskan untuk memilih menjadi salah satu bagian dari tiga golongan di atas. Toh konsekuensi dari setiap pilihan kalian nantinya akan dipikul bersama oleh lebih dari dua ratus juta jiwa penduduk Indonesia. Atau dengan kata lain, akan dipikul bersama oleh ketiga golongan di atas.
Saya menghargai setiap pilihan dari kalian sebagaimana saya sangat menghargai pilihan saya sendiri. Kita semua sama-sama memiliki niat baik untuk kebaikan bangsa ini. Tidak perlu mengerdilkan pihak lain yang tidak sejalan dengan kita.

Sedikit catatan saya mengenai perhelatan pesta demokrasi ini bahwa sampai H-1 hari pemilihan nanti, setidaknya saya sudah banyak sekali melihat orang-orang tidak bertanggungjawab melakukan kampanye colongan dengan memanfaatkan celah social media yang kebetulan tidak diregulasi untuk dibatasi dalam masa tenang sebelum hari pencoblosan. Sayangnya, hampir semua kampanye colongan yang saya lihat tersebut justru bentuknya semakin liar dalam memojokkan lawan pilihannya.
Alasannya tentu karena oportunis saja. Mereka-mereka yang tidak bertanggungjawab itu tentu ingin memaksimalkan periode sebelum masa pemilihan untuk mengekspresikan pilihannya, atau membuat elektabilitas pasangan lawan pilihannya untuk turun—dengan segala cara.

Mengapa harus takut?

Saya yakin kalian punya alasan dan landasan tersendiri—yang cukup kuat—tentang assessment suatu calon. Dengan tingkat probabilita keterpilihan masing-masing calon yang cukup besar, 50% untuk masing-masing pasangan, tentu akan menjadi sangat penting untuk bisa meningkatkan elektabilitas pasangan pilihannya atau menurunkan elektabilitas lawan pilihannya, apalagi menjelang hari-hari pemilihan seperti ini.
Kita hanya terlalu takut bahwa apa yang kita jagokan akan kalah. Kita hanya terlalu takut bahwa jagoan lawan, yang kita persepsikan buruk, akan menjadi pemenangnya dan membawa keburukan bagi negeri ini. Memang benar bahwa kita memang wajib melakukan penilaian mendalam sebelum melakukan pilihan, tetapi kita kadang selalu ingin mencoba melampaui Tuhan dengan menjerumuskan hasil penilaian kita kepada judgment dengan fanatisme berlebihan.

Sudah cukup  kalian membanggakan pasangan pilihan kalian adalah satu-satu nya pasangan yang akan membuat negeri  ini bangkit, sama seperti kalian yang juga harus berhenti menganggap bahwa kalian telah memilih “sisi” yang benar. Patut diingat bahwa tujuan dari masing-masing kita sesungguhnya hanya ingin yang terbaik bagi negeri ini, sama seperti kedua pasangan yang kalian usung itu yang tentunya juga ingin melakukan yang terbaik bagi Indonesia.

Kini menjelang detik-detik yang semakin berlalu menuju pesta rakyat nanti, tidak perlu kalian gencarkan serangan-serangan tidak bertanggungjawab yang menjatuhkan lawan pilihan kalian. Toh apapun yang kalian lakukan, saya yakin tidak akan mengubah pilihan orang-orang yang sudah menentukan pilihannya. Jangan sampai kalian hanya ingin mengumbar nafsu belaka untuk memamerkan apa yang kalian anggap benar, apalagi sampai mencoba menjatuhkan pihak lain.


Karena kalau kalian sudah yakin akan pilihan kalian, kalau kalian sudah sama-sama punya tujuan baik untuk negeri ini, mengapa harus takut?

Akhir kata, selamat berpesta, kawan-kawan!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mengapa Penerapan New Normal Policy Bukan Ide Yang (Terlalu) Buruk

Judul di atas mungkin terdengar terlalu bombastis dan juga kontroversial. Banyak yang akan mengerenyitkan dahi dan berpikir bahwa ini adal...